Pada
hakekatnya sampah organik dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan pupuk
organik yang bernilai ekonomis. Proses pembuatan pupuk organik secara
konservatif membutuhkan waktu 8 – 12 minggu, sedang apabila menggunakan sistem
baru (penambahan inokulan) hanya memerlukan waktu 4 sampai 8 minggu dan
hasilnya lebih baik. Perbedaan dari kedua proses pembuatan pupuk organik
tersebut ternyata terletak pada metode dan adanya bahan inokulan (EM-4, kotoran
hewan, dan cacing). Cara ini biasanya memerlukan waktu relatif lebih singkat
sehingga lebih efisien. Pembuatan pupuk organik (kompos) dengan cara baru,
telah diuji cobakan pada tanaman hortikultura, dan hasilnya lebih baik
dibanding dengan menggunakan pupuk organik hasil pemrosesan secara konservatif
(Asngad, 2005)
Penanganan
sampah menjadi pupuk organik memberikan banyak keuntungan, misalnya dapat
memberdayakan ekonomi masyarakat, sebagai
alternatif pengadaan lapangan kerja, bahannya melimpah dan mudah diperoleh,
serta peluang pasarnya sangat baik. Dengan adanya cara yang baru, yaitu
pemberian inokulan ( EM-4, Kotoran ayam dan cacing) pada pengolahan pembuatan
pupuk organik dapat mempercepat dan meningkatkan kualitas pupuk organik. Dengan
adanya beberapa keuntungan tersebut maka dapat digunakan sebagai salah satu
alternatif pemecahan masalah lingkungan, juga dapatdigunakan sebagai bahan
penyubur tanah. Pupuk organik sendiri bukanlah pupuk utama tetapi apabila
diberikan pada tanah dapat memperbaiki tekstur tanah, karena pupuk organik
dapat meningkatkan aktivitas biologis dalam tanah, yang menyebabkan cacing
tanah dapat hidup subur dan menyebabkan tanah lebih gembur sehingga tanaman
dapat tumbuh dengan baik. Struktur tanah dapat diperbaiki dengan meningkatnya
porositas tanah, sehingga tanah menjadi gembur. Perbedaan teknik tersebut
berkaitan dengan adanya faktor-faktor yang mempengaruhi proses penguraian
(dekomposisi) bahan – bahan sampah, yaitu pengaturan aerasi, suhu, kelembaban,
jenis jasad pengurai (dekompucer), jenis sampahnya, kondisi sampah (utuh atau
dipotong terlebih dahulu dan ukuran potongan) serta adanya bahan – bahan
tambahan seperti abu dan kapur. Untuk jenis jasad pengurai dan metode pembuatan
pupuk organik perlu dikaji lebih lanjut, mengingat kedua hal tersebut cukup
relevan dengan kualitas pupuk organik, yang pada akhirnya akan berpengaruh pada
peranan pupuk organik (Asngad, 2005)
Sampah
organik dan limbah organik dapat memberi manfaat kepada manusia
setelah terlebih dahulu dirobah menjadi pupuk organik oleh peranan bakteri
menguntungkan bagi manusia. Bakteri saprofit berperanan menguraikan tumbuhan
atau hewan yang mati, sisa-sisa atau kotoran organisme. Bakteri sahabat manusia
(probiotik) tersebut menguraikan protein, karbohidrat dan senyawa organik
lainnya.
Penguraian
dalam kondisi tanpa oksigen (anaerobik), material organik akan menjadi gas
amoniak, hidrogen sulfida (H2S), methana (CH4) dan senyawa lain yang lebih
sederhana. Sementara dalam kondisi cukup oksigen (aerobik), penguraian
akan menghasilkan H2O dan CO2, serta senyawa lain dalam bentuk
nutrisi. Oleh karenanya, keberadaan bakteri jenis saprofit ini, sangat
berperan dalam mineralisasi di alam dan, dengan cara ini, bakteri membersihkan
dunia dari sampah dan limbah organik. Tanpa kehadiran si jasad renik ini,
niscaya bumi kita akan penuh oleh sampah organik dan limbah organik,
yakni segala material yang berasal dari jasad mati, berdampingan dengan jasad
hidup.
Bakteri,
agar dapat dikelola pemanfaatannya, dapat diisolat kemudian dibiakan di
laboratorium serta kemudian disimpan dalam media, dengan ditambahkan nutrisi
secukupnya, tergantung masa dorman yang diinginkan. Makin banyak
sediaan nutrisinya, masa hidup bakteri dalam media ini akan lebih lama
dibanding jika nutrisi terbatas. Salah satunya yang kini ada di pasaran
adalah konsorsium aneka jenis bakteri, ragi dan fungi dalam aktivator Green
Phoskko (GP-1), yang diketahui dan telah dirasakan bermanfaat membantu manusia
dalam peranannya sebagai pengurai (dekomposer) sampah dan segala material
organik. Konsorsium mikroba probiotik (sahabat manusia) ini disajikan dalam
bentuk tepung ( powder), dikemas dalam pack per 250 gram, sehingga bisa
dimobilisasi atau dibawa dengan mudah. Berisi bakteri aktinomycetes- spesies
aktinomyces naeslundii, Lactobacillus spesies delbrueckii, Bacillus Brevis,
Saccharomyces Cerevisiae, Cellulolytic Bacillus Sp, ragi, dan jamur dengan
populasi 10 pangkat 7 per gram Cfu. Konsorsium bakteri, dalam aktivator bagi
pembuatan pupuk organik ini, tergolong mesofilik hingga termofilik, artinya
hidup optimal pd suhu 30 sd 55 serta 60 sd 80 derajat Celcius.
Mikroba
pengurai, atau dekomposer ini berfungsi melapukan atau mendekomposisi
sampah organik dan bahan organik (limbah kota, pertanian, peternakan, tinja,
urine, sisa makanan, dan material organik lainnya). Pada kondisi
kelembaban, suhu, porositas dan aerasi yang sesuai dengan kebutuhannya, bakteri
ini akan bekerja terus menerus tanpa henti, atau akan mendekomposisi material
organik dengan cepat. Misal, pada penggunaan dalam penguraian bahan organik
(pengomposan) didalam komposter atau skala alat rotary kiln, 5 hari bisa
menyelesaikan tugasnya mengurai aneka bahan organik tersebut.
Cepatnya
proses pengkomposan sebagai bentuk penguraian kembali bahan organik menjadi
material bersifat tanah, akan meningkatkan daya tarik dalam pembuatan kompos.
Bakteri, yang bekerja tanpa henti, akan menghilangkan kesempatan bakteri
lawannya atau merugikan (patogen) memproduksi amoniak, methan dan H2S -yang
kemudian dipersepsikan masyarakat sebagai bau busuk sampah. Dengan bakteri
bekerja terus menerus, akan menekan pertumbuhan mikroba patogen, atau
berbeda dengan apa yang terjadi pada kondisi tanpa oksigen (anaerobik).
Dengan saling melengkapi peranan (simbiosis) antara teknologi mikrobiologi dan
alat mesin rotary kiln, akan menurunkan biaya pengomposan karena
efisiensi dari aspek waktu, tenaga kerja dan luas lahan bagi keperluan
penumpukan sampah. Resistensi (penolakan) tetangga akan suatu pembuatan
kompos berbahan sampah dan limbah organik di sekitar pemukiman pun tidak
terjadi lagi, karena memang tidak berbau.
Bekerjanya
bakteri tanpa henti ini akan berlangsung, ketika lingkungan mikro dikelola oleh
fungsi rotary kiln dalam hal menjamin kecukupan oksigen (aerasi), menjaga
kestabilan PH, menjaga temperatur, dan kelembaban. Namun persisnya kebutuhan
lingkungan mikro, berbeda bagi tiap jenis bakteri satu dengan bakteri lainnya.
Untuk itu, pada teknologi Biophoskko, dibuatlah desain komposter dan rotary
kiln, sedemikian rupa, hasil perhitungan yang cermat berdasar kebutuhan aneka
jenis bakteri khusus sebagaimana terdapat dalam Green Phoskko (GP-1)
tersebut. Karenanya, dalam kepentingan mengolah sampah dan membuat kompos
secara sempurna ( cepat, higienis, tidak berbau, tidak menghidupkan hewan kecil
dan serangga, serta bermutu baik yakni CN ratio< 20, gembur tanpa harus
dihancurkan oleh mesin) diperlukan kesesuaian ( compatible) antara alat ( media
komposter) dan jenis bakterinya sebagai satu kesatuan. Tanpa itu, membuat pupuk
organik (kompos) akan beresiko menimbulkan gas methan dan H2S sebagai polutan (
bau, cairan lindi, binatang) dan akan dipersepsikan rumit, lama, merugikan,
menjijikan dan berbau. Itulah pangkal masalah banyaknya instalasi pengolahan
sampah maupun produksi pupuk organik di perkotaan mendapat penolakan warga
sekitar.
No comments:
Post a Comment