Tuesday, October 11, 2016

HAMA PENGGEREK BATANG/ BOKTOR (xystrocera festiva)

HAMA PENGGEREK BATANG/ BOKTOR (xystrocera festiva)

Gejala Serangan

Umumnya serangan hama ini terjadi pada pohon yang telah berumur 3tahun atau lebih, yang diameternya telah mencapai 10 cm atau lebih. Bagianpohon yang diserang kebanyakan berkisar pada ketinggian 0 – 5 meter, tetapi adakalanya mencapai 15 meter dari atas permukaan tanah (Husaeni,et al.,1995).

Larva & Boktor Dewasa

Fase hidup Xystrocera festiva yang paling merusak ialah fase larva. Larva-larva yang baru menetas akan segera memakan kulit bagian dalam dan bagian luardari kayu gubal, membentuk saluran-saluran sedalam 0,5 mm ke arah bawahbatang. Saluran gerek ini seluruhnya tertutup oleh ekskremen yang dihasilkanlarva. Saluran gerek ini biasanya saling berhubungan (continue) dan arahnya tidak beraturan, biasanya vertikal. Semakin ke arah bawah saluran gerek ini semakinmelebar karena ukuran larva yang memakannya semakin besar. Dari bagianbatang yang rusak akan keluar cairan berwarna coklat atau hitam. Setiap salurandicirikan oleh adanya suatu lubang dan serbuk gerek pada permukaan kulit;banyak serbuk gerek bervariasi tergantung pada umur dan banyaknya larva yanghidup bersama di dalam kulit. Serbuk gerek yang menempel pada permukaan kulitatau yang jatuh ke lantai hutan sering digunakan sebagai petunjuk adanyaserangan hama ini (Husaeni, 2001).

Xystocera festiva
Kerusakan berbentuk lubang-lubang yang mempunyai bermacam-macamukuran dan bentuk. Lubang-lubang dapat dijumpai baik pada kayu batang dan cabang yang masih hidup maupun pada balok-balok kayu kering. Tiap-tiap jenispenggerek kayu mempunyai karakteristik tertentu. Beberapa jenis seranggadewasanya hanya merusak pohon sehat, jenis lain merusak pohon merana.Serangga penggerek batang kayu termasuk dalam ordo Coleoptera, yang merusak pada stadium larva atau dewasa (Sumardi dan Widyastuti, 2004).

Titik awal serangan hama boktor adalah  adanya luka pada batang. Umumnya telur diletakkan pada celah luka di batang. Telur baru ditandai utuh, belum berlubang-lubang; bila telur sudah berlubang-lubang dimungkinkan bahwa telur sudah menetas. Sejak larva keluar dari telur yang baru beberapa saat menetas, larva sudah merasa lapar dan segera melakukan aktivitas penggerekan ke dalam jaringan kulit batang di sekitar lokasi dimana larva berada. Bahan makanan yang disukai larva boktor adalah bagian permukaan kayu gubal (xylem) dan bagian permukaan kulit bagian dalam (floem). Adanya serbuk gerek halus yang menempel pada permukaan kulit batang merupakan petunjuk terjadinya gejala serangan awal.

Pengendalian Hama Terpadu Tanaman Sengon
a.    Hama penggerek batang/ Boktor (Xystrocera festiva)
Ada 6 prinsip pengendalian hama boktor pada tegakan sengon, yaitu cara silvikultur, manual, fisik/mekanik, biologis, dan terpadu.
Pengendalian secara silvikultur dilakukan dengan :
Upaya pemuliaan, melalui pemilihan benih/bibit yang berasal dari sengon yang memiliki ketahanan terhadap hama boktor.
Pengendalian secara manual, antara lain dilakukan dengan :
1)        Mencongkel kelompok telur boktor pada permukaan kulit batang sengon,
2)        Menyeset kulit batang tepat pada titik serangan larva boktor sehingga larva boktor terlepas dari batang dan jatuh ke lantai hutan
3)        Diperlukan ketrampilan petugas dalam mengenali tanda-tanda serta gejala awal serangan hama boktor.
Pengendalian secara fisik/mekanik, antara lain dilakukan dengan :
1)        kegiatan pembelahan batang sengon yang terserang boktor,
2)        Pembakaran batang terserang boktor sehingga boktor berjatuhan ke tanah,
3)        Dengan cara pembenaman batang terserang ke dalam tanah.
Pengendalian secara biologis, dilakukan dengan :
1)        Menggunakan peranan musuh alami berupa parasitoid, predator atau patogen yang menyerang hama boktor,
2)        Caranya dengan membiakkan musuh alami kemudian melepaskannya ke lapangan agar mencari hama boktor untuk diserang, musuh alami ini diharapkan akan mampu berkembang biak sendiri di lapangan.
3)        Teknik pengendalian secara biologis yang pernah dicoba antara lain : parasitoid telur boktor (kumbang pengebor kayu Macrocentrus ancylivorus), jamur parasit (Beauveria bassiana),  dan penggunaan predator boktor (kumbang kulit kayu Clinidium sculptilis).
4)   Pengendalian secara kimiawi (Insektisida)
Pengendalian X. festiva secara kimiawi selain biayanya mahal, secarateknis juga sukar untuk dilaksanakan. Menurut Nurhayati (2001), berdasarkantingkat keampuhan (efikasi) insektisida Perfekthion 400 EC pada selang waktu 3minggu setelah penyemprotan, terlihat bahwa konsentrasi insektisida yang sudahcukup efektif untuk pengendalian hama boktor sengon adalah 6 cc/l. Insektisidalain yang telah dicoba untuk memberantas boktor sengon adalah Dimecron 100 yang merupakan salah satu insektisida sistemik. Setiap pohon yang terserangdisemprot dengan Dimecron 100 berkonsentrasi 0.5% dengan dosis 75 cc cairansemprot per pohon. Ternyata insektisida ini dapat mematikan larva yang berumursampai 2 bulan tetapi tidak dapat mematikan larva yang berumur lebih tua danlarva-larva yang telah menggerek ke dalam kayu gubal. Pemberian insektisida juga bisa dilakukan dengan cara Menginfus batang tanaman Sengon.

5.)  Pengendalian secara terpadu, dilakukan dengan :
1)      Penggabungan dua atau lebih cara pengendalian guna memperoleh hasil pengendalian yang lebih baik;
2)      Contohnya pengendalian dengan cara menebang pohon yang terserang, kemudian batang yang terserang tersebut segera dibakar atau dibelah agar tidak menjadi sumber infeksi bagi pohon yang belum terserang.
6)   Pengendalian secara silvikultur
Menurut Natawiria (1973), serangan hama pada tegakan campuran akanlebih ringan dari pada tegakan murni. Perkembangbiakan dan penyebaran jasadperusak dalam suatu tegakan campuran sedikit banyak akan terhambat karena jumlah bahan makanan yang tersedia relatif sedikit dan mungkin juga dalam suatutegakan campuran keseimbangan biologis diantara semua faktor pembentuk masyarakat hutan lebih mudah tercapai. Tetapi dari hasil survey selama tahun1959 - 1961 di seluruh tegakan sengon di Pulau Jawa yang dilakukan olehLembaga Pusat Penyelidikan Kehutanan, ternyata tanaman murni maupuntanaman campuran (suren, jati, sonokeling, jabon, rasamala, dan puspa) dapatdiserang hama boktor sengon dengan tidak berbeda nyata dalam tingkatserangannya.Pengendalian secara silvikultur yang dapat dilakukan menurut Husaeni(2001), diantaranya adalah dengan penanaman pohon resisten, pengaturan jarak tanam, pembuatan tanaman campuran, dan penjarangan.Dengan daur 8 tahun dan jarak tanam awal 3 x 2 m, tegakan sengonmengalami 4 kali penjarangan, yaitu pada umur 3 tahun, 4 tahun, 5 tahun, dan 6tahun.

Pada setiap kali dilakukan penjarangan, maka pohon-pohon sengon yangmendapat serangan hama boktor harus ditebang, baik yang mengalami seranganawal (larva masih muda), serangan lanjut (larva sudah dewasa dan akanmenggerek ke dalam kayu gubal), serangan pasif (larva telah berkepompong didalam liang gerek). Setelah ditebang bagian batang pohon sengon yang masih mengalami serangan awal dan serangan lanjut harus dikupas kulitnya agar larvanya tidak dapat terus hidup pada batang yang sudah ditebang. Bila yang ditebang telah mencapai serangan pasif, bagian batang yang diserang harusdibelah-belah agar kepompong atau kumbangnya dapat dimatikan . Pengendalian secara silvikultur belum menunjukkan hasil yang nyata karena adanya serangan hama ini tidak terpengaruh oleh ketinggian tempat, presipitasi dan topografi lapangan. Diversifikasi tegakan tidak berhasil baik dalam mengurangi seranganhama ini (Prajadinata dan Masano, 1989).

1 comment:

  1. GAMBAR SEBELAH IMAGO/DEWASA HARUSNYA PUPA/KEPOMPONG YA
    GAMBAR YANG BAWAH BARU LARVA

    ReplyDelete